Ritual Dalam Membangun Rumah Pada Masyarakat Indonesia

Ritual Dalam Membangun Rumah Pada Masyarakat Indonesia



6


Views

Teropongindonesianews.com

(Sebuah Perspektif Sosial Budaya Masyarakat Adat Woko-Mbamo-Nagekeo


Bagian Pertama.


Oleh Dionisius Ngeta


Putera Woko-Mbamo Nangaroro Nagekeo

Ritus merupakan rangkaian tindakan simbolis untuk menjalin relasi yang intim dengan Sang Pencipta, dunia roh, para leluhur, lingkungan dan alam semesta (kosmos). Ritus itu terjadi karena ada keyakinan akan keterhubungan hidup manusia dengan unsur-unsur itu.

Manusia menyadari keterbatasan dirinya di tengah tata ciptaan dan Penciptanya. Karena itu manusia membangun relasi secara sadar melalui simbol-simbol demi menjamin kehidupan dan kebahagiaannya (bdk. David Kertzer, 1988:9).

Simbol-simbol itu melukiskan dimensi spiritual dari kehidupan manusia. Selain itu, ritus juga meyatu-padukan individu dengan sesamanya dan dengan “ada yang lain”. Dalam ritus ada dimensi privat serentak komunal, individual sekaligus sosial-religius (Durkheim 1915: 226).

Ritual-seremonial adat seperti Peletakan Batu Pertama Pembangunan Sebuah Rumah bagi masyarakat adat Woko-Mbamo, Nangaroro atau masyarakat Nagekeo pada umumnya adalah ekspresi dimensi spiritual. Ada keyakian bahwa mereka memiliki relasi yang intim dengan “ada yang lain”. Seperti “Nggae reta-ndewa rade” (wujud tertinggi, penguasa di atas langit dan di bawah bumi) dan “sira ta’ mata mudu-re’e doe” (para leluhur) atau “ta negha mera papa ndala” (yang hidup dalam terang abadi). Karena itu ritual-seremonial adat adalah tradisi mereka yang diwariskan secara turun-temurun dan diyakini sebagai media untuk menjalin hubungan dengan “ada yang lain”.

Serangkaian ritual-seremonial adat peletakan batu pertama pembangunan sebuah rumah selalu dilgelar sebagai sebuah tradisi masyarakat adat Woko-Mbamo. Hal ini didasarkan pada kesadaran keberadaannya sebagai manusia yang utuh, lengkap dan holistik di tengah makro kosmos. Masyarakat adat Woko-Mbamo atau Nagekeo pada umumnya menyadari eksistensinya sebagai mikro kosmos yang selalu “ada” dalam “ada-bersama yang lain”.

Read:  Berat Rata-rata Besi Yang Dibutuhkan Untuk Pembangunan Rumah Sederhana

Sebagai manusia, ia tidak pernah sendiri. Selalu terhubung dengan dunia,  sesama, keluarga bahkan wujud yang lain adalah keniscayaan dan kepercayaan mereka. Masyarakat adat Woko-Mbamo Nagekeo percaya adanya Wujud Tertinggi (Verheijen, 1992) yang disebut dalam berbagai rupa, mulai dengan ungkapan paralel sampai sebutan ringkas.

Wujud Tertinggi atau wujud yang lain itu disebut dalam ungkapan paralelisme simbolik. Seperti “Ngae reta-ndewa rade” (Dia yang ada di langit dan di bawah bumi) atau “Sira ta’ mata mudu-re’due east doe” (mereka yang telah mendahului/para leluhur).

Pengakuan atas ketidaksendirian terbangun dalam keyakinan akan kehadiran “ada-yang-lain” seperti “Nggae reta-Ndwa Rade (Wujud Tertinggi/Tuhan), sira ta’ mata mudu-re’e doe” (para leluhur). Mereka diyakini sebagai “ada-yang lain” yang dapat menolong, sebagai pengantara dalam doa dan dari mereka dimohonkan doa restu.

Namun ada juga keyakinan akan kehadiran “ada-yang-lain”, yang juga disebut dalam ungkapan paralel simbolik tapi membahayakan kehidupan. Seperti “nitu-jimu” (roh penguasa hutan/kali/batu, kayu), atau “podo-wela” (roh jahat yang membahayakan kehidupan).

Untuk itu ritual peletakan batu pertama bukan sekedar seremonial belaka. Momentum itu merupakan penegasan dan pengakuan masyarakat bahwa eksistensinya selalu ada dalam bersama yang lain. Penegasan dan pengakuan keyakinannya akan “ada-yang lain” diungkapkan melalui doa dan ritus itu. Doa-doa itu merupakan komitmen dan harapan kepada Tuhan dan leluhur untuk menghadirkan sebuah rumah yang layak bagi keluarga dan layak di hadirat Tuhan serentak mohon dijauhkan dari roh-roh yang membahayakan itu.

Karena itu pelaksanaannya dilakukan dengan hikmat dan penuh iman akan kehadiran “ada yang lain” itu. Properti yang dibutuhkan dan pelaksanaannya direncanakan dan dipersiapkan dengan baik dan matang. Keluarga, tetangga/masyarakat, tokoh adat, terutama “ine tana-ame watu” (tuan tanah) dan pihak “tu mbi-woso kapa” (paman) terlibat, baik sebagai peserta maupun sebagai pelaksana.

Read:  Kalkulasi Biaya Membangun Rumah 100m Persegi

Para Nara sumber:

Pius Pinga (Tuan Tanah)               2. Mikhael Amekae Tokoh Adat.

Bpk. Dominikus Dowo (Tokoh Adat)   4. Bpk. Hermanus Kaju (LPA Desa/Tokoh Adat)(Sebuah Perspektif Sosial Budaya Masyarakat Adat Woko-Mbamo-Nagekeo)

Ritual Dalam Membangun Rumah Pada Masyarakat Indonesia

Source: https://teropongindonesianews.com/2022/01/26/ritual-peletakan-batu-pertama-pembangunan-rumah-tidak-sekedar-seremonial/

You May Also Like