Pengecoran Bangunan Rumah 2 Lantai
Masjid Raya Sumatra Barat مسجد راي سومترا بارت |
|
---|---|
![]() |
|
Informasi umum | |
Letak | Kota Padang, Sumatra Barat, Indonesia |
Koordinat geografi |
0°55′26″South 100°21′44″E / 0.92380°South 100.3623°E / -0.92380; 100.3623 |
Kepemimpinan |
Pengurus: Syaifullah |
Deskripsi arsitektur | |
Arsitek | Rizal Muslimin |
Peletakan batu pertama | 21 Desember 2007 |
Rampung | four Januari 2019 |
Biaya pembangunan | ±Rp325–330 miliar |
Spesifikasi | |
Kapasitas | 5.000–6.000 orang |
Tinggi (maks) | 47 meter (154 kaki) |
Menara | 1 |
Tinggi menara | 85 meter (279 kaki) |
Masjid Raya Sumatra Barat
(Jawi:
مسجد راي سومترا بارت) adalah masjid raya di provinsi Sumatra Barat yang terletak di Jalan Chatib Sulaiman, Kecamatan Padang Utara, Kota Padang yang memiliki luas sekitar 4.430 meter persegi.[1]
Diawali peletakan batu pertama pada 21 Desember 2007, pembangunannya tuntas pada 4 Januari 2019 dengan total biaya sekitar Rp325–330 miliar, sebagian besar berasal dari APBD Sumatra Barat. Pengerjaannya dilakukan secara bertahap karena keterbatasan anggaran dari provinsi.
Konstruksi masjid terdiri dari tiga lantai. Ruang utama yang dipergunakan sebagai ruang salat terletak di lantai atas, memiliki teras yang melandai ke jalan. Denah masjid berbentuk persegi yang melancip di empat penjurunya, mengingatkan bentuk bentangan kain ketika empat kabilah suku Quraisy di Mekkah berbagi kehormatan memindahkan batu Hajar Aswad. Bentuk sudut lancip sekaligus mewakili atap bergonjong pada rumah adat Minangkabau
rumah gadang.
Menurut rencana awal, Masjid Raya Sumatra Barat akan dibangun dengan biaya sedikitnya Rp600 miliar karena rancangannya didesain dengan konstruksi tahan gempa. Kerajaan Arab Saudi pernah mengirim bantuan sekitar Rp500 miliar untuk pembangunan masjid, tetapi karena terjadi gempa bumi pada 2009, peruntukan bantuan dialihkan oleh pemerintah pusat untuk keperluan rehabilitasi dan rekonstruksi pasca-bencana. Pada 2015, Wakil Presiden RI Jusuf Kalla meminta anggaran pembangunan dipangkas.[2]
[three]
Pemangkasan anggaran membuat desain masjid berubah di tengah jalan, termasuk pengurangan jumlah menara dari awalnya empat menjadi satu.[four]
[v]
Ide
[sunting
|
sunting sumber]
Dipilihnya Bukittinggi alih-alih Padang sebagai lokasi Salat Jumat Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono (kiri) dan Perdana Menteri Malaysia Ahmad Badawi (kanan) melatarbelakangi pembangunan Masjid Raya Sumatra Barat.
Gagasan pembangunan Masjid Raya Sumatra Barat bergulir sejak 2005. Padang selaku ibu kota provinsi dianggap tidak memiliki masjid yang representatif untuk menampung jemaah dalam jumlah banyak. Awalnya, Gubernur Sumatra Barat Zainal Bakar memutuskan cukup melakukan renovasi terhadap Masjid Nurul Iman karena pembangunan sebuah masjid baru akan banyak menghabiskan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).[6]
Gubernur berikutnya, Gamawan Fauzi menganggap keberadaan masjid yang representatif penting untuk dijadikan tempat berbagai kegiatan keagamaan.[7]
Pada Januari 2006, berlangsung pertemuan bilateral antara Republic of indonesia dan Malaysia yang dihadiri Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Perdana Menteri Abdullah Ahmad Badawi di Bukittinggi. Salah satu rangkaian pertemuan bertepatan dengan hari Jumat. Meski di Padang terdapat beberapa masjid besar, panitia acara tidak melihat ada “masjid yang tepat” bagi kedua kepala negara untuk melaksanakan salat Jumat, sehingga lokasi yang dipilih adalah Masjid Agung Tangah Sawah di Bukittinggi.[viii]
[9]
[10]
Berkaca dari peristiwa di Bukittinggi, Pemerintah Provinsi Sumatra Barat memutuskan untuk mematangkan rencana pembangunan masjid. Sewaktu pemilihan lokasi, sempat muncul usulan agar masjid baru dibangun di lokasi Kantor Gubernur di Jalan Sudirman. Namun, karena alasan nilai historis gedung tersebut, disepakatilah lokasi di Jalan Chatib Sulaiman, menempati area seluas 40.343 meter persegi. Area ini merupakan lokasi Sekolah Pertanian Pembangunan (SPP) Padang, yang nantinya dipindahkan ke lokasi baru di Lubuk Minturun.[11]
[10]
[12]
Pembangunan
[sunting
|
sunting sumber]
Sayembara
[sunting
|
sunting sumber]
Setelah pemilihan lokasi, Pemerintah Provinsi Sumatra Barat menggelar sayembara membuat rancangan masjid. Sayembara diikuti oleh 323 peserta dari berbagai negara. Sebanyak 71 desain masuk dan selanjutnya diseleksi oleh dewan juri yang di antaranya terdiri dari sastrawan Wisran Hadi, arsitek Eko Alvares, dan ulama Syamsul Bahri Khatib. Pemenang utama sayembara diumumkan pada September 2006 dan mendapatkan hadiah Rp150 juta dari full hadiah Rp300 juta.[eleven]
[x]
[12]
Hasil sayembara dimenangkan oleh tim yang diketuai arsitek Rizal Muslimin[thirteen]
beranggotakan Muh. Yuliansyah, Ropik Adnan, dan Irvan P. Darwis.[14]
Rancangannya berupa bangunan persegi yang alih-alih berkubah tapi justru membentuk gonjong.[15]
Rizal adalah arsitek dari kantor konsultan arsitektur Urbane yang berlokasi di Bandung, Jawa Barat.[16]
Desain hasil rancangannya terinspirasi dari bentuk gonjong rumah gadang dengan penyesuaian kebutuhan geometri ruang ibadah yang berdenah bujur sangkar. Secara personal, ia telah lama mengeksplorasi elemen-elemen arsitektur Minangkabau. “Kenapa saya bisa menghasilkan bentuk masjid yang bisa diterima banyak orang, karena saya sudah sejak lama suka pada arsitektur rumah gadang, tidak bisa dibikin-bikin. Dari hal yang disukai, akan muncul hal- hal yang baik, …jadi elemen-elemen yang muncul dalam desain merupakan hal-hal yang sudah lama saya apresiasi.”[17]
Rancangan Masjid Raya Sumatra Barat hasil sayembara pernah menuai kritik, terutama disuarakan oleh DPRD Sumatra Barat. Ketua DPRD Leonardy Harmainy menyebut rancangan masjid tidak lazim lantaran tidak memiliki kubah. Polemik sekaitan kubah mengakibatkan tertundanya pelaksanaan pembangunan.[11]
Polemik baru mereda setelah terjadinya gempa bumi pada 13 September 2007. Di tengah beralihnya fokus publik pada gempa, Gubernur Gamawan Fauzi melakukan peletakan batu pertama sebagai tanda dimulainya pembangunan Masjid Raya Sumatra Barat pada 21 Desember 2007.
Tahap awal
[sunting
|
sunting sumber]
Meski belum rampung, Masjid Raya Sumbar telah diperkenalkan kepada publik untuk kegiatan terbatas sejak 2012
Dari 2008 hingga 2012, pengerjaan pembangunan masjid telah melewati empat tahap. Tahap pertama untuk menyelesaikan struktur bangunan menghabiskan waktu dua tahun sejak dimulai pada awal tahun 2008. Tahap kedua dilanjutkan dengan pengerjaan ruang salat dan tempat wudu pada 2010. Tahap ketiga selama tahun berikutnya meliputi pemasangan keramik lantai dan eksterior masjid. Tiga tahap pertama berjalan dengan mengandalkan akomodasi APBD Sumatra Barat sebesar Rp103,871 miliar, Rp15,288 miliar, dan Rp31 miliar.[18]
Memasuki tahap keempat yang dimulai pada pertengahan 2012, pengerjaan menggunakan kontrak tahun jamak. Tahap keempat menggandalkan anggaran sebesar Rp25,v miliar untuk menyelesaikan
ramp, teras yang melandai ke jalan. Pekerjaan pembangunan sempat terhenti selama tahun 2013 karena ketiadaan anggaran dari provinsi.
Terkait keterbatasan pendanaan, alokasi APBD Sumatra Barat untuk pembangunan masjid semula direncanakan hanya sebagai dana stimulan. Pada awalnya, panitia pembangunan yang diketuai oleh Marlis Rahman sempat menghimpun sumbangan masyarakat untuk membantu pembangunan masjid, selain melakukan kerja sama dengan pihak swasta dan negara Timur Tengah. Namun, bantuan dari masyarakat dan perantau, termasuk donasi via nada sambung hanya berjalan untuk tahap pertama pembangunan.
Pada 2009, Kerajaan Arab Saudi telah mengirimkan bantuan untuk mendukung pembangunan masjid. Namun, bantuan dari Arab Saudi bernilai 50 juta dolar Amerika Serikat datang bersamaan dengan gempa bumi yang melanda Sumatra Barat sehingga pemerintah pusat melalui Badan Perencanaan Pembangunan Nasional mengalihkan peruntukan bantuan untuk keperluan rehabilitasi dan rekonstruksi pasca-bencana.[xix]
[20]
[21]
[eighteen]
Peresmian perdana
[sunting
|
sunting sumber]
Masjid Raya Sumbar saat peresmian perdana, 2014
Meski tidak rutin, Masjid Raya Sumbar telah mulai digunakan untuk ibadah sejak awal tahun 2012, terutama Salat Jumat dan Salat Ied. Masjid ini mulai menjadi tuan rumah kegiatan keagamaan tingkat provinsi seperti tablig akbar dan pertemuan lainnya. Gubernur Irwan Prayitno menjadikannya tempat kegiatan wirid rutin jajaran pegawai negeri sipil untuk memperkenalkan masjid.[22]
[23]
Namun, frekuensi pemakaian masih terbatas karena belum rampungnya fasilitas listrik dan ketiadaan air bersih.[24]
Mengawali tahun 2014, Pemerintah Turki mengirimkan bantuan karpet permadani untuk mendukung penyelenggaran ibadah seiring kerja sama yang dibangun oleh pemerintah provinsi. Salat Jumat perdana menandai pembukaan Masjid Raya Sumatra Barat untuk salat rutin pada vii Februari 2014. Masjid resmi dibuka untuk umum dengan frekuensi terbatas, karena belum rampungnya fasilitas listrik dan air bersih. Masjid Raya Sumatra Barat untuk kali petama digunakan sepanjang malam bulan Ramadhan.
Pada tahun 2014, pemerintah provinsi kembali menganggarkan dana Rp17,19 miliar untuk pembangunan tahap kelima, meliputi pengerjaan interior kubah. Selama pengerjaan, kegiatan ibadah diselenggarakan di lantai dasar. Penyelesaian
ramp
yang digunakan sebagai jalur evakuasi dikerjakan dengan memanfaatkan anggaran sebesar Rp14,5 miliar dari APBD provinsi pada tahun 2015.[25]
[26]
Memasuki pertengahan 2016, penyelesaian fasad dan lantai atas masjid dilanjutkan dengan menggunakan alokasi dana Rp37,2 miliar dari pemerintah provinsi. Akibatnya, masjid ditutup untuk kegiatan ibadah sejak xix September.[27]
[28]
Sampai tahun 2016, ketujuh tahap pertama pembangunan Masjid Raya Sumatra Barat telah menghabiskan anggaran Rp240,751 miliar.[29]
Penyelesaian
[sunting
|
sunting sumber]
Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan (tengah) dan Gubernur Sumatra Barat Irwan Prayitno (kanan). Pemrov Jawa Barat ikut membantu penyelesaian pembangunan Masjid Raya Sumbar.
Pada 2016, pemerintah Sumatra Barat mendapat bantuan dari Kementerian Pekerjaan Umum RI sebesar Rp10,1 miliar yang digunakan untuk pembangunan pekarangan.[xxx]
[31]
Pada tahap kedelapan, kelanjutan pembangunan dibiayai melalui penerimaan dana bantuan keuangan khusus dari dua provinsi yakni Jawa Barat dan Papua dengan full sebesar Rp12,5 miliar.[29]
Anggaran bersumber dari pemerintah provinsi Papua sebesar Rp5 miliar dan Jawa Barat sebesar Rp7,five miliar. Bantuan tersebut digunakan untuk penyelesaian lantai dasar masjid[32]
yang akan dijadikan ruangan pertemuan, ruang penjagaan, pustaka, instansi listrik, dan lain-lain.[33]
Penyelesaian mihrab pada lantai atas dan area parkir menurut rencana akan didanai dari APBD Sumatra Barat 2017.[34]
Setelah penetapan APBD 2017, Masjid Raya Sumatra Barat kembali mendapat penambahan anggaran sebesar Rp19,5 miliar untuk pembangunan satu menara, berubah dari rancangan awal sebanyak empat menara. Selain itu, Kementerian Pekerjaan Umum RI kembali memberi tambahan dana untuk penyelesaian taman dan surface area parkir masjid sebesar Rp30,3 miliar.[35]
[31]
[36]
[37]
[38]
Pada 2018, pemerintah daerah memberikan perpanjangan waktu kepada kontraktor untuk menyelesaikan menara karena molor dari target yang ditetapkan. Pembangunan menara sampai pada 31 Desember 2017 memakan biaya Rp14,4 miliar,[39]
sementara sisa biaya sebesar Rp5,1 miliar dianggarkan kembali pada APBD 2018 yang digabungkan dengan biaya penyelesaian interior masjid dan menara. Biaya penyelesiaan pembangunan Masjid Raya Sumatra Barat yang dianggarkan pada APBD 2018 yakni sebesar Rp11,4 miliar.[40]
[41]
Adapun dari pemerintah pusat, terdapat tambahan dana untuk pembangunan pagar yang belum selesai.[42]
[43]
Selama pengerjaan interior, kegiatan ibadah dipindahkan ke lantai dasar, terhitung sejak 16 Juli 2018.[44]
Pada awal tahun 2019, lantai atas masjid kembali dibuka untuk umum yang ditandai dengan salat Jumat perdana pada 4 Januari 2019. Pembukaan ini sekaligus menandai tuntasnya pembangunan Masjid Raya Sumatra Barat.[45]
Arsitektur
[sunting
|
sunting sumber]
Tradisi menghias rakit di Maninjau menampilkan Masjid Raya Sumbar. Masjid itu telah menjadi ikon sekaligus daya tarik wisata Sumatra Barat.
Masjid Raya Sumatra Barat menampilkan arsitektur modernistic yang tak identik dengan kubah. Menurut sejarawan UIN Imam Bonjol Padang Sudarman, masjid ini sangat mengakomodasi arsitektur lokal, terutama gonjong dan ragam hias rumah gadang.[46]
Meskipun demikian, bentuk atap masjid terinspirasi dari bentangan kain sorban Nabi Muhammad yang digunakan untuk mengusung batu Hajar Aswad. Ketika empat kabilah suku Quraisy di Mekkah berselisih pendapat mengenai siapa yang berhak memindahkan batu Hajar Aswad ke tempat semula setelah renovasi Ka’bah, Nabi Muhammad memutuskan meletakkan batu Hajar Aswad di atas selembar kain sehingga dapat diusung bersama oleh perwakilan dari setiap kabilah dengan memegang masing-masing sudut kain.[6]
Bangunan utama Masjid Raya Sumatra Barat memiliki denah dasar seluas 4.430 meter persegi. Konstruksi bangunan dirancang menyikapi kondisi geografis Sumatra Barat yang beberapa kali diguncang gempa berkekuatan besar. Masjid ini ditopang oleh 631 tiang pancang dengan fondasi poer berdiameter 1,7 meter pada kedalaman vii,7 meter. Dengan kondisi topografi yang masih dalam keadaan rawa, kedalaman setiap fondasi tidak dipatok karena menyesuaikan titik jenuh tanah tanah.
Ruang utama yang dipergunakan sebagai tempat salat terletak di lantai atas berupa ruang lepas. Lantai atas dengan elevasi tujuh meter terhubung ke permukaan jalan melalui
ramp, teras terbuka yang melandai ke jalan. Dengan luas iv.430 meter persegi, lantai atas diperkirakan dapat menampung 5.000–6.000 jemaah. Adapun lantai dua berupa mezanin berbentuk leter U memiliki luas 1.832 meter persegi.
Konstruksi rangka atap menggunakan pipa baja. Gaya vertikal beban atap didistribusikan oleh empat kolom beton miring setinggi 47 meter dan dua kolom busur bersilang yang mempertemukan kolom beton miring secara diagonal. Setiap kolom miring ditancapkan ke dalam tanah dengan kedalaman 21 meter, memiliki fondasi tiang bor sebanyak 24 titik dengan diameter 80 centimeter. Pekerjaan kolom miring melewati 13 tahap pengecoran selama 108 hari dengan memperhatikan titik koordinat yang tepat.[47]
Masjid Raya Sumatra Barat membutuhkan biaya yang besar untuk perawatan dan operasional, meliputi mekanikal, perawatan kontruksi, dan petugas, dengan full kebutuhan dana Rp4,ii miliar per tahun.[45]
Penghargaan
[sunting
|
sunting sumber]
- Penghargaan Abdullatif Al Fozan untuk Arsitektur Masjid periode 2017–2020.[48]
[49]
Galeri
[sunting
|
sunting sumber]
- Eksterior dan interior
Referensi
[sunting
|
sunting sumber]
-
^
“Mengenal Masjid Raya Sumbar, Masjid Tahan Gempa yang Memenangkan Desain Terbaik Dunia”.
Kompas.com
. Diakses tanggal
2022-10-16
.
-
^
https://sumbar.antaranews.com/berita/155751/masjid-raya-sumbar-mahal-karena-tahan-gempa -
^
https://sumbar.antaranews.com/berita/155688/jk-minta-anggaran-masjid-raya-sumbar-direvisi -
^
https://www.harianhaluan.com/news/detail/62961/rp19-miliar-untuk-menara-masjid-raya -
^
https://www.antaranews.com/berita/631694/masjid-sumbar-akan-dilengkapi-menara-85-meter-untuk-lihat-pemandangan -
^
a
b
https://dpkd.sumbarprov.go.id/berita/read/291-filosofi-gonjong-masjid-raya-sumbar.html -
^
https://kemenag.go.id/read/sumbar-segera-punya-masjid-agung-gvpk -
^
“Megahnya Masjid Raya Sumbar”.
Republika Online. 2019-05-25. Diakses tanggal
2019-12-21
.
-
^
https://sumbar.antaranews.com/berita/268725/masjid-raya-sumbar-perpaduan-nilai-islam-dan-adat-minangkabau -
^
a
b
c
Yusfita, Rizka Desri. “Kisah Masjid Raya Sumbar Tanpa Kubah, Jadi Perdebatan Alot hingga Campur Tangan Ridwan Kamil”.
Tribunnews.com
. Diakses tanggal
2019-12-21
.
-
^
a
b
c
Yusra, Abrar (2006).
Wartawan Berintegritas Bung Nasrul Siddik. Teras. hlm. 291–294.
-
^
a
b
“Tiga Hari Di Bukittinggi, SBY Ceria”.
detikcom
(dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal
2019-12-21
.
-
^
“Cerita Rizal Muslimin Merancang Desain Masjid Raya Sumbar”.
Suluah.com. 2021-12-xxx. Diakses tanggal
2022-02-02
.
-
^
http://www.urbane.co.id/project/masjid-raya-sumatera-barat/ -
^
Ghosh, Mainak (2020-01-24).
Perception, Design and Ecology of the Built Environment: A Focus on the Global S
(dalam bahasa Inggris). Springer Nature. ISBN 978-iii-030-25879-5.
-
^
https://world wide web.jawapos.com/jpg-today/21/02/2019/kebanggaan-ridwan-kamil-dengan-masjid-rawa-sumbar/ -
^
https://digilib.itb.ac.id/alphabetize.php/gdl/view/34205/ -
^
a
b
http://simas.kemenag.get.id/index.php/profil/masjid/3843/ -
^
“DPRD Akan Panggil BNPB terkait 500 M Dana Hibah Arab Saudi”
[
pranala nonaktif permanen
]
. ii Agustus 2010. -
^
“Rp 400 Thou Bantuan Gempa Arab Saudi Peruntukannya Ditentukan Bappenas”.
Republika. 12 Juni 2010. -
^
“Arab Saudi akan Bantu Korban Gempa fifty Juta Dolar”.
Republika. 7 Oktober 2009. -
^
“Masjid Raya Sumbar Alternatif Tempat Shalat Id”.
ANTARA. 14 Agustus 2012. Diakses tanggal
21 Desember
2014.
-
^
“Melihat Efektivitas Pengajian di Masjid Raya Sumbar”.
Harian Haluan. 21 Maret 2012. Diakses tanggal
21 Desember
2014.
-
^
“Pembangunan Masjid Raya Sumbar Dikebut”.
Padang Ekspres. 16 Juli 2012. Diakses tanggal
21 Desember
2014.
-
^
“Butuh Rp148 Miliar untuk Penyelesaian Masjid Raya Sumbar” Diarsipkan 2016-ten-eleven di Wayback Machine..
Harian Haluan.
-
^
Pembangunan Mesjid Raya Sumatra Barat Diarsipkan 2016-xi-30 di Wayback Machine.. -
^
“Bangunan Mesjid Raya Sumbar Unik dan Tinggi Nilai Seni, Pengerjaan Butuh Ketelitian”. -
^
Belanja Modal Pengadaan Bangunan Sarana Peribadahan (Pembangunan Mesjid Raya Tahap VII) Diarsipkan 2016-12-01 di Wayback Motorcar.. -
^
a
b
Agus Yulianto. “Pembangunan Masjid Raya Sumbar Habiskan Dana Rp 253,251 Miliar”.
Republika. 17 Nov 2016. -
^
“Pembangunan Masjid Raya Sumbar Dilanjutkan”. four Juni 2016.
Harian Haluan.
-
^
a
b
Malik, Dusep (2018-05-01). “Mengintip Indahnya Kubah Masjid Raya Sumatera Barat”.
VIVA.co.id
. Diakses tanggal
2019-01-04
.
-
^
Biaya Finishing Lantai Dasar – Kegiatan Finishing Lantai Dasar Mesjid Raya Sumatra Barat. -
^
Yudha Manggala P. Putra. “Masjid Raya Sumbar Bisa Digunakan Kembali Januari”. ‘”Republika. seven Dec 2016.
-
^
“Berubah, Menara Masjid Raya Sumbar Hanya akan Dibangun Satu Saja”. -
^
“Rp19 Miliar untuk Menara Masjid Raya”.
Harian Haluan. 20 Desember 2016. -
^
“Salinan arsip”. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-01-04. Diakses tanggal
2019-01-04
.
-
^
“Salinan arsip”. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-01-04. Diakses tanggal
2019-01-04
.
-
^
http://ciptakarya.pu.go.id/dok/produk/profil/pdf/1569379571-Profil%20Infrastruktur%20Permukiman%20Provinsi%20Sumatera%20Barat%20TA%202018-2019.pdf -
^
Pekerjaan Tak Rampung, Kontraktor Menara Masjid Raya Sumbar Dikenai Didenda. 12 Januari 2018.
Harian Singgalang. -
^
Nugroho, Joko. “Legislator: menara masjid raya Sumbar harus selesai sesuai jadwal”.
ANTARA News
. Diakses tanggal
5 Februari
2018.
-
^
http://lpse.sumbarprov.become.id/eproc4/lelang/11953016/pengumumanlelang -
^
“Presiden Sholat Jumat di Masjid Raya Sumbar”. 9 Februari 2018.
ANTARA.
-
^
“Salinan arsip”. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-01-04. Diakses tanggal
2019-01-04
.
-
^
“LPSE Provinsi Sumatra Barat: Informasi Lelang”.
LPSE Sumatra Barat
. Diakses tanggal
2 Februari
2018.
-
^
a
b
“Pembangunan Masjid Raya Sumatra Barat Tuntas”.
Portal Berita Singgalang. 2019-01-04. Diakses tanggal
2019-01-04
.
-
^
Sastra, Yola (2021-05-06). “Masjid Raya Sumbar, Simbol Berpadunya Adat dan Syarak”.
Kompas.id
. Diakses tanggal
2021-05-06
.
-
^
Pemerintah Provinsi Sumatra Barat (five Maret 2009). “Dana Pembangunan Masjid Raya Sumbar Tahap II Rp150 M”. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2011-12-26. Diakses tanggal
21 Desember
2014.
-
^
“H.H.,Governor of Madinah, sponsors the closing ceremony of the tertiary round of Abdullatif al Fozan Award for mosque architecture”.
Zawya. 20 Desember 2021. Diakses tanggal
22 Desember
2021.
-
^
Mustika, Syanti (21 Desember 2021). “Alhamdulliah, Masjid Kebanggaan ‘Urang Awak’ Masuk Desain Terbaik Dunia”.
detikcom
. Diakses tanggal
22 Desember
2021.
Pranala luar
[sunting
|
sunting sumber]
Pengecoran Bangunan Rumah 2 Lantai
Source: https://id.wikipedia.org/wiki/Masjid_Raya_Sumatra_Barat