Latar Belakang Tentang Bangunan Rumah Sakit

Latar Belakang Tentang Bangunan Rumah Sakit




MAKALAH KEP. ANAK



“RUMAH SAKIT”










OLEH :





 


PROGRAM STUDI KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS ISLAM MAKASSAR


MAKASSAR


2014


KATA PENGANTAR


Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang atas rahmat-Nya m
a
ka penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul dan membahas tentang

“RUMAH SAKIT





.


Dalam penulisan makalah ini, penulis merasa masih banyak kekurangan-kekurangan baik teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki penulis. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.



Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan

makalah
 ini, kh
u
susnya kepada Dosen pembimbing

ibu
Ns. Andi Fatimah s.kep.

Akhirnya penulis berharap semoga Allah memberikan imbalan yang setimpal pada  mereka yang memberikan bantuan, dan dapat menjadikan semua bantuan ini sebagai ibadah, Amin Yaa Robbal ’Alamiin.


Makassar , Nov  2014

Penulis



DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

BAB II PEMBAHASAN

A.

Pengertian Rumah Sakit

B.

Pelayanan Kesehatan Di Rumah Sakit

C.

Penilaian Mutu Dan Efektivitas Pelayanan Rumah Sakit

D.

Potret Pelayanan Kesehatan (Rumah Sakit) Di Republic of indonesia

BAB 3 PENUTUP

DAFTAR PUSTAKA


BAB I




PENDAHULUAN



Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan memiliki peran yang sangat strategis dalam upaya mempercepat derajat kesehatan masyarakat Indonesia. Pemerintah telah bersungguh-sungguh dan terus-menerus berupaya untuk meningkatkan mutu pelayanan baik yang bersifat promotif, preventif, kuratif dan rehabilitasi. Peran tersebut pada dewasa ini semakin dituntut akibat adanya perubahan-perubahan epidemiologik penyakit, perubahan struktur organisasi, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, perubahan sosio-ekonomi masyarakat dan pelayanan yang lebih efektif, ramah dan sanggup memenuhi kebutuhan mereka.

Era reformasi yang sedang kita jalani, telah membawa perubahan yang mendasar dalam berbagai bidang kehidupan termasuk masalah pelayanan kesehatan.. Salah satu perubahan mendasar yang sedang digulirkan saat ini adalah manajemen negara yaitu dari manajemen berbasis pusat menjadi manajemen berbasis daerah secara resmi perubahan manajemen ini diwujudkan dalam bentuk Undang-Undang RI Nomor 22 tahun 1999 tentang pemerintah daerah yang kemudian diikuti pedoman pelaksanaannya berupa Peraturan Pemeritah RI Nomor 25 tahun 2000 tentang kewenangan propinsi sebagai daerah otonomi konsekuensi logis dari undang-undang dan peraturan pemerintah tersebut adalah bahwa efektivitas pelayanan kesehatan harus disesuaikan dengan jiwa dan semangat otonomi sesuai dengan peraturan tersebut maka disusunlah tugas pokok dan fungsinya yakni; (ane) menyelenggarakan, melaksanakan pelayanan kesehatan meliputi promotif, pemulihan rehabilitasi. (ii) penyelenggaraan pelayanan medik, penyelenggaraan sistem rujukan, penyelenggaraan pelayanan penunjang dan non medik, penyelenggaraan pelayanan asuhan keperawatan, penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan serta penelitian dan pengembangan.

Dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat banyak hal yang perlu diperhatikan. Salah satu diantaranya yang dianggap mempunyai peranan yang cukup penting adalah penyelenggaraan pelayanan kesehatan. Sesuai dengan peraturan Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 tentang Pelayanan Kesehatan. Agar penyelenggaraan pelayanan kesehatan dapat mencapai tujuan yang diinginkan maka pelayanan harus memenuhi berbagai syarat diantaranya; tersedia dan berkesinambungan, dapat diterima dan wajar, mudah dicapai, mudah dijangkau, dan bermutu (Azwar, 1996).

Saat ini, rumah sakit berada dalam iklim persaingan yang sangat ketat. Masyarakat sebagai pelanggan berada dalam posisi yang lebih kuat karena semakin banyak pilihan rumah sakit yang dapat melayaninya. Pada saat yang bersamaan, masyarakat juga semakin kritis terhadap pelayanan kesehatan. Dalam kondisi seperti ini, agar tetap dapat eksis melayani pelanggannya, rumah sakit harus memiliki sumberdaya manusia yang berkualitas. Salah satu aspeknya adalah kemauan dan kemampuan dalam memberikan pelayanan yang prima. Oleh karena itu diperlukan paradigma dan sikap mental yang berorientasi melayani, serta pengetahuan dan keterampilan yang memadai dalam melaksanakan pelayanan yang prima.


B.



Rumusan Masalah

1.

Apa Pengertian Rumah Sakit?


2.

Bagaimana Pelayanan Di Rumah Sakit?


3.

Apa Penilaian Mutu Dan Efektifitas Pelayanan Rumah Sakit?


4.

Bagaimana potret Pelayanan Kesehatan (Rumah Sakit) Di Indonesia?



C.



Tujuan Penulisan

i.

Untuk Mengetahui Apa Pengertian Rumah Sakit




2.

Untuk Mengetahui Bagaimana Pelayanan Di Rumah Sakit

3.

Untuk Mengetahui Apa Penilaian Mutu Dan Efektifitas Pelayanan Rumah Sakit

4.

Untuk Mengetahui Bagaimana potret Pelayanan Kesehatan (Rumah Sakit) Di Indonesia


BAB Ii




PEMBAHASAN


A.



Pengertian Rumah Sakit



Rumah sakit adalah suatu organisasi yang melalui tenaga medis profesional yang terorganisasi serta sarana kedokteran yang permanen menyelenggarakan pelayanan kedokteran, asuhan perawatan yang berkesinambungan, diagnosis, serta pengobatan yang diderita oleh pasien (American Hospital Clan, 1974; dalam Azwar, 1996). Sementara itu, dalam Sistem Kesehatan Nasional (1992) dinyatakan bahwa rumah sakit mempunyai fungsi utama menyelenggarakan kesehatan bersifat penyembuhan dan pemulihan penderita serta memberikan pelayanan yang tidak terbatas pada perawatan di dalam rumah sakit saja, tetapi memberikan pelayanan rawat jalan, serta perawatan di luar rumah sakit.

Pengertian serupa dikemukakan oleh Association of Hospital Intendance (Azwar, 1996) bahwa rumah sakit adalah pusat pelayanan kesehatan masyarakat, pendidikan serta penelitian kedokteran diselenggarakan.

Batasan pengertian rumah sakit di atas, menunjukkan bahwa fungsi kegiatan rumah sakit sangat bervariasi, sesuai dengan perkembangan zaman. Artinya rumah sakit tidak hanya berfungsi sebagai tempat penyembuhan penyakit, tempat pengasuhan, tempat pelayanan, pendidikan dan penelitian sederhana, dan bersifat sosial. Dewasa ini, rumah sakit fungsinya berkembang sesuai dengan tuntunan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, antara lain; sebagai pengembangan pendidikan dan penelitian, spesialistik/subspesialistik, dan mencari keuntungan.

Implikasinya adalah setiap rumah sakit dituntut untuk senantiasa meningkatkan mutu pelayanan kesehatan pasiennya dalam semua aspek pelayanan, baik yang bersifat fisik maupun non fisik agar efektivitas pelayanan kesehatan dapat terwujud.


B.



Bagaimana Pelayanan Di Rumah Sakit

Pelayanan rumah sakit merupakan salah satu bentuk upaya yang diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Pelayanan rumah sakit berfungsi untuk memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu yang dilakukan dalam upaya peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, penyembuhan penyakit, dan pemulihan kesehatan yang bermutu dan terjangkau dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. (Suparto, 1994)

Rumah sakit sebagai salah satu bentuk fasilitas pelayanan kesehatan harus memberikan pelayanan yang baik dan berkualitas. Manajemen rumah sakit harus berupaya memuaskan pasiennya, dalam hal ini masyarakat dengan berbagai tingkat kebutuhannya.

Sebuah rumah sakit didirikan dan dijalankan dengan tujuan untuk memberikan pelayanan kesehatan dalam bentuk perawatan, pemeriksaan, pengobatan, tindakan medis atau non medis, dan tindakan diagnosis lainnya yang dibutuhkan oleh masing-masing pasien dalam batas-batas kemampuan teknologi dan sarana yang disediakan di rumah sakit (Wijono, 1999).

Disamping itu rumah sakit harus dapat memberikan pelayanan kesehatan yang cepat, akurat, dan sesuai dengan kemajuan teknologi kedokteran sehingga dapat berfungsi sebagai rujukan rumah sakit sesuai dengan tingkat rumah sakitnya.

Pelayanan kesehatan di rumah sakit adalah kegiatan pelayanan berupa pelayanan rawat jalan, pelayanan rawat inap, pelayanan administrasi, pelayanan gawat darurat yang mencakup pelayanan medik dan penunjang medik.

Sedangkan untuk dapat disebut sebagai bentuk pelayanan kesehatan, baik dari jenis pelayanan kesehatan kedokteran maupun dari jenis pelayanan kesehatan masyarakat harus memiliki berbagai syarat pokok. Syarat pokok yang dimaksud adalah:

1.

Tersedia dan berkesinambungan

Syarat yang pertama pelayanan kesehatan yang baik adalah pelayanan kesehatan tersebut harus tersedia di masyarakat serta bersifat berkesinambungan.

2.

Dapat diterima dan wajar

Syarat pokok kedua pelayanan kesehatan yang baik adalah dapat diterima oleh masyarakat serta bersifat wajar. Artinya pelayanan kesehatan tersebut tidak bertentangan dengan keyakinan dan kepercayaan masyarakat.

Syarat pokok yang ketiga pelayanan kesehatan yang baik adalah mudah dicapai oleh masyarakat (dari sudut lokasi).

Syarat pokok keempat pelayanan kesehatan yang baik adalah mudah dijangkau oleh masyarakat. Pengertian keterjangkauan yang dimaksud disini termasuk dari sudut biaya. Untuk dapat mewujudkan keadaan yang seperti ini harus dapat diupayakan pelayanan kesehatan tersebut sesuai dengan kemampuan ekonomi masyarakat.

Syarat pokok pelayanan kesehatan yang baik adalah bermutu. Pengertian yang dimaksud disini adalah yang menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan, yang disatu pihak dapat memuaskan para pemakai jasa pelayanan, dan dipihak lain tata cara penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik serta standar yang telah ditetapkan.

Dalam upaya pelayanan di rumah sakit, maka pasien yang memperoleh jasa pelayanan memiliki harapan tertentu. Bila jasa rumah sakit yang diterimanya dapat memenuhi bahkan melebihi dari apa yang diharapkan dalam waktu ke waktu tumbuh pemikiran dalam diri pasien bahwa inilah suatu jasa pelayanan rumah sakit yang efektif dan memiliki mutu.


C.



Penilaian Mutu Dan Efektivitas Pelayanan Rumah Sakit

Untuk melihat tingkat keberhasilan pelayanan rumah sakit dapat dilihat dari berbagai aspek, Dep.Kes. RI (1999) antara lain:

a.

Pemanfaatan sarana pelayanan

c.

Tingkat efesiensi pelayanan

Untuk mengetahui tingkat pemanfaatan mutu pelayanan dan efesiensi pelayanan rumah sakit diperlukan berbagai indikator agar informasi yang ada dapat dijadikan sebagai acuan yang bermakna ada parameter yang dipakai sebagai pembanding antara fakta dan standar.

Menurut Wijono (1999: 35) ada 8 (delapan) dimensi mutu pelayanan kesehatan yang dapat membantu pola pikir dalam menetapkan masalah yang ada untuk mengukur sampai sejauh mana telah dicapai  standar dan efektivitas pelayanan kesehatan. Kedelapan dimensi mutu tersebut adalah:

1.

Kompetensi teknis;

 kompetensi teknis terkait dengan keterampilan dan penampilan petugas, manager dan staf pendukung. Kompetensi teknis berhubungan dengan bagaimana cara petugas mengikuti standar pelayanan yang telah ditetapkan.

two.

Akses terhadap pelayanan kesehatan,

akses berarti bahwa pelayanan kesehatan tidak terhalang oleh keadaan social, ekonomi, budaya, organisasi, dan hambatan bahasa.

three.

Efektivitas mutu pelayanan kesehatan tergolong dari efektivitas yang menyangkut norma pelayanan kesehatan dan petunjuk klinis sesuai standar yang ada. Menilai dimensi efektivitas akan tanggung jawab pertanyaan apakah prosedur atau pengobatan bila ditetapkan dengan benar akan menghasilkan hasil yang diinginkan. Bila memilih standar, relative resiko yang dipertimbangkan.

4.

Hubungan antar manusia,

adalah interaksi antar petugas dan pasien, manajer dan petugas, dan antara tim kesehatan dengan masyarakat. Hubungan antara manusia yang baik menanamkan kepercayaan dengan cara menghargai, menjaga rahasia, responsif dan memberikan perhatian, mendengarkan keluhan, dan berkomunikasi secara efektif juga penting. Hubungan antara manusia yang kurang baik akan mengurangi efektivitas dan kompetensi teknis pelayanan kesehatan. Pasien yang diperlakukan kurang baik cenderung mengabaikan saran dan nasehat petugas kesehatan, atau tidak mau berobat ditempat tersebut.

efesiensi pelayanan kesehatan merupakan dimensi yang penting dari mutu karena efesiensi akan mempengaruhi hasil pelayanan kesehatan, apalagi sumber daya pelayanan kesehatan pada umumnya terbatas. Pelayanan yang efesien akan memberikan perhatian yang optimal dan memaksimalkan pelayanan kesehatan kepada pasien dan masyarakat. Petugas akan memberikan pelayanan yang baik sesuai dengan sumber daya yang dimiliki. Pelayanan yang tidak baik karena norma yang tidak efektif atau pelayanan yang salah harus dikurangi atau dihilangkan. Dengan cara ini mutu dapat ditingkatkan sambil menekan biaya serta peningkatan mutu memerlukan tambahan sumber daya. Dengan menganalisis efesiensi, manajer program kesehatan dapat memilih interaksi yang pig cost constructive.

6.

Kelangsungan pelayanan,

berarti klien akan menerima pelayanan yang lengkap sesuai yang dibutuhkan (termasuk rujukan) tanpa intrupsi, berhenti atau mengurangi prosedur diagnosa dan terapi yang tidak perlu. Klien harus mempunyai akses terhadap pelayanan rutin dan preventif yang diberikan oleh petugas kesehatan yang mengetahui riwayat penyakitnya. Kelangsungan pelayanan kadang dapat diketahui dengan cara klien tersebut mengunjungi petugas yang sama, atau dapat diketahui dari rekan medis secara lengkap dan akurat, sehingga petugas lain mengerti riwayat penyakit dan diagnosa serta pengobatan yang pernah diberikan sebelumnya, tidak adanya kelangsungan akan mengurangi efesiensi dan mutu hubungan antar manusia.

sebagai salah satu dimensi mutu, keamanan berarti mengurangi resiko cidera, infeksi, efek samping atau bahaya lain yang berkaitan dengan pelayanan.

kenikmatan ini berhubungan langsung dengan efektivitas klinis, tetapi dapat mempengaruhi kepuasan pasien dan tersedianya untuk kembali kefasilitas kesehatan untuk memperoleh pelayanan berikutnya.

Penelitian oleh Lem Berry dan Vielere Zeltham pada awal tahun 1990-an mengajukan sepuluh mutu pelayanan sebagai dasar untuk memahami mutu dan efektivitas pelayanan. Kategori adalah sebagai berikut:

Ø

Keterandalan (reliability), konsistensi kinerja dan kemampuan terlihat, dimana kinerja yang baik diberikan pada saat pertama kali memberikan janji yang menggiurkan dan tepat.

Ø

Ketanggapan (responsiveness), keinginan atau kesesuaian pemberi pelayanan untuk memberikan pelayanan tepat waktu.

Ø

Pengetahuan dan keahlian (competence), ilmu pengetahuan dan keahlian yang dibutuhkan untuk memberikan pelayanan.

Ø

Keterjangkauan (admission), keterjangkauan dapat dicapai dan mudah dijangkau, waktu tunggu dan jam operasional.

Ø

Kesopan santunan (courtesy), meliputi sikap sopan santun, aspek perhatian dan keramahan individu yang langsung berhubungan dengan pelanggan.

Ø

Komunikasi (advice), petugas dapat memberikan informasi dan bahasa yang mudah dipahami dan didengarkan oleh pelanggan, sehingga dapat membedakan kebutuhan pelanggan yang berbeda-beda.

Ø

Kepercayaan (credibility), kepercayaan, kejujuran, reputasi perusahaan.

Ø

Keamanan (security), bebas dari bahaya resiko atau yang hilang, keamanan fisik, keamanan keuangan, keamanan data dan arsip, dan kepercayaan diri.

Ø

Memahami pelanggan (understanding the costumer), perusahaan memahami kebutuhan pelanggan, mendengarkan keinginan spesifik pelanggan memberikan perhatian pada setiap pelanggan.

Ø

Bukti fisik (tangible), pelayanan fisik, penampilan tenaga kerja alat atau peralatan yang digunakan.

Menurut Zeithaml dan Bitner (2000: 81), mutu pelayanan ditentukan oleh persepsi konsumen dalam dua hal; Pertama, persepsi mutu pelayanan dalam arti hasil teknis (technical outcome) yang diberikan oleh penyedia jasa. Kedua, mutu dalam arti hasil dari suatu proses jasa (outcomer process) yang diwujudkan dalam bentuk bagaimana jasa itu itu diberikan.

Penilaian terhadap mutu pelayanan dilahirkan oleh perbandingan antara apa yang seharusnya diterima (expectation), sebagaimana yang pernah dirasakan dengan kinerja mutu pelayanan yang diterima (performance) dalam Kadir, 2000. Dari perbandingan tersebut maka mutu pelayanan pada prinsipnya adalah derajat atau tingkatan yang membedakan antara pengalaman menerima atau pelayanan dibandingkan dengan mutu pelayanan yang diterima. Menurut New south Wales Heath Section (1999) dalam Soejitno (2000) mutu pelayanan kesehatan meliputi; safety, effectiveness, consumer participation, access dan efficiency. Dari keenam dimensi mutu pelayanan kesehatan ini terdapat lima dimensi silang yang berhubungan dengan efektivitas pelayanan kesehatan yaitu:

Ø

Kompetensi dari petugas

Ø

Kontinuitas dari pelayanan

Ø

Manajemen informasi yang mendukung kearah pengambilan keputusan.

Ø

Pendidikan dan pelatihan untuk mutu

Ø

Akreditasi dan penyelenggaraan pelayanan kesehatan.

Rumah sakit di Indonesia yang semula adalah bersifat sosial, dalam proses selanjutnya mengalami perubahan menjadi badan usaha yang bersifat sosial ekonomi, sebagai satu badan usaha rumah sakit harus menciptakan dan memperhatikan para pelanggannya. Dengan memahami pelanggannya maka organisasi akan bertahan hidup dan meningkatkan keuntungannya.  Hampir semua aktivitas dalam rumah sakit di Indonesia sekarang ini banyak diarahkan kepada plan-program untuk meningkatkan kepuasan pelanggan.

Dari yang telah diuraikan suatu penilaian yang dapat dilihat bahwa persepsi tentang mutu pelayanan dilahirkan suatu penilaian yang menyeluruh (global judgment) berdasarkan pengalaman yang diperoleh pasien, antara lain pengalaman dalam kontak jasa melalui services encounters (moment of truth) the evidence of service, image and price. Kemudian dibandingkan dengan pelayanan yang diterimanya. Pengalaman tersebut menjadi pembanding yang pada akhirnya menentukan tingkat efektivitas dari pelayanan.

Secara umum untuk menilai mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit, maka indikator yang digunakan untuk mencakup kepuasan pelayanan kesehatan yang dirasakan pasien. Menurut Jacobalis (1982) pada umumnya nilai mutu pelayanan kesehatan mencakup 4 (empat) hal pokok, yakni:

Kesejahteraan pasien biasanya dihubungkan dengan perasaan senang dan aman, cara dan sikap serta tindakan tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan. Dengan kata lain, kesejahteraan pasien dihubungkan dengan kualitas pelayanan kedokteran atau kualitas pelayanan keperawatan. Selain itu, dihubungkan dengan fasilitas yang memadai, terpelihara dengan baik, sehingga segala macam peralatan yang digunakan selalu dapat berfungsi dengan baik.

Ø

Kenyamanan dan kondisi kamar

Kenyamanan pasien merupakan salah satu variabel yang digunakan untuk dapat terselenggaranya pelayanan yang bermutu. Suasana tersebut harus dapat dipertahankan, sehingga pasien merasa puas (nyaman) atas pelayanan yang diberikan. Tetapi yang terpenting adalah sikap dan tindakan para pelaksana terutama dokter dan perawat ketika memberikan pelayanan kesehatan. Demikian pula kondisi kamar pasien merupakan aspek yang dapat memberikan kenyamanan dan ketenangan serta kepuasan pasien selama dirawat di rumah sakit.

Ø

Keadaan ruang perawatan

Keadaan ruang perawatan akan mempengaruhi tanggapan pasien dari keluarganya tentang mutu pelayanan kesehatan yang diberikan di rumah sakit. Oleh karena itu, pada setiap unit perawatan seyogyanya terdapat sarana atau fasilitas yang menunjang penyelenggaraan pelayanan kesehatan, disertai pemeliharaannya agar selalu dapat berfungsi dengan baik.

Ø

Catatan atau rekam medik.

Pengertian catatan rekam medik di Republic of indonesia mengacu pada peraturan Menteri Kesehatan Nomor 749 Tahun 1989, yang menyatakan bahwa rekam medik adalah berkas yang berisi catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain kepada pasien pada sarana pelayanan kesehatan (Siswati, 2000).

Berdasarkan uraian tersebut di atas, tercermin segala informasi yang menyangkut seorang pasien yang akan dijadikan dasar dalam menentukan tindakan lebih lanjut dalam pelayanan kesehatan maupun tindakan medik lain yang diberikan kepada pasien yang akan datang ke instansi penyedia layanan kesehatan (rumah sakit).


D.



Bagaimana potret Pelayanan Kesehatan (Rumah Sakit) Di Indonesia

Pelayanan kesehatan yang baik merupakan kebutuhan bagi setiap orang. Semua orang ingin merasa dihargai, ingin dilayani, ingin mendapatkan kedudukan yang sama  di mata masyarakat.Akan tetapi sering terdapat dikotomi dalam upaya pelayanan kesehatan di Indonesia. Sudah begitu banyak kasus yang menggambarkan betapa suramnya wajah pelayanan kesehatan di negeri ini. Seolah-olah pelayanan kesehatan yang baik hanya diperuntukkan bagi mereka yang memiliki dompet tebal. Sementara orang-orang kurang mampu tidak mendapatkan perlakuan yang adil dan proporsional. Orang-orang miskin sepertinya tidak boleh sakit.


Tidak dapat dimengerti apa yang membuat adanya jurang pemisah antara si kaya dan si miskin dalam domain pelayanan kesehatan. Dokter yang ada di berbagai rumah sakit sering menunjukkan jati dirinya kepada pasien secara implisit. Bahwa menempuh pendidikan kedokteran itu tidaklah murah. Oleh sebab itu sebagai buah dari mahalnya pendidikan yang harus ditempuh, masyarakat harus membayar arti hidup sehat itu dengan nominal yang luar biasa. Mungkin paradigma awal ketika seseorang memilih jalan hidupnya sebagai seo
r
ang dokter mengalami disorientasi. Pengabdian kepada masyarakat dan bangsa bukanlah menjadi faktor yang mendominasi keinginan seseorang menjadi dokter. Ada faktor-faktor komersialisasi yang terkadang melandasi seseorang dalam menempuh jalur kedokteran sebagai pilihannya. Tulisan ini bukan dibuat untuk mendiskreditkan seorang dokter, sama sekali tidak. Dokter adalah pekerjaan yang sangat mulia. Dokter merupakan posisi yang menjadikan seseorang dapat lebih menghargai kehidupan. Substansinya adalah dewasa ini gambaran seorang dokter yang terjadi di Republic of indonesia merupakan sebuah komersialisasi pekerjaan bukan pelayan kesehatan. Seandainya paradigma-paradigma yang mengalami disorientasi tersebut dapat diluruskan maka posisi seorang dokter akan kembali pada tingkatan yang mulia.


Pelayanan kesehatan sepertinya sering tidak sebanding dengan mahalnya biaya yang dikeluarkan. Rumah sakit terkadang tidak melayani pasien dengan baik dan ramah. Dokter terkadang melakukan diagnosis yang cenderung asal-asalan. Belum lagi perawat di rumah sakit sering malas-malasan jika bekerja. Salah seorang pernah berkata bahwa rumah sakit di Jepang tidak menyediakan fasilitas hiburan seperti televisi bagi para pegawai rumah sakit. Dengan demikian kondisi kerja akan jauh lebih kondusif karena konsentrasi tidak akan terpecah antara urusan pekerjaan dan hiburan. Sementara di Indonesia keberadaan televisi bagi pegawai rumah sakit adalah sebuah keniscayaan. Sebenarnya kondisi ini dapat merusak produktivitas kerja. Meskipun selalu ada pembenaran bahwa profesionalisme selalu dijunjung tinggi dalam menjalani profesi. Tidak jelas kevalidan wacana tersebut, namun tampaknya melihat kondisi rumah sakit yang ada di Indonesia dengan pelayanannya, wacana tersebut ada benarnya terlepas dengan kondisi yang ada pada rumah sakit di Jepang.





BAB Three


PENUTUP

Rumah sakit adalah suatu organisasi yang melalui tenaga medis profesional yang terorganisasi serta sarana kedokteran yang permanen menyelenggarakan pelayanan kedokteran, asuhan perawatan yang berkesinambungan, diagnosis, serta pengobatan yang diderita oleh pasien (American Hospital Association, 1974; dalam Azwar, 1996). Sementara itu, dalam Sistem Kesehatan Nasional (1992) dinyatakan bahwa rumah sakit mempunyai fungsi utama menyelenggarakan kesehatan bersifat penyembuhan dan pemulihan penderita serta memberikan pelayanan yang tidak terbatas pada perawatan di dalam rumah sakit saja, tetapi memberikan pelayanan rawat jalan, serta perawatan di luar rumah sakit.

Indikator berupa dimensi mutu pelayanan kesehatan dapat membantu pola pikir dalam menetapkan masalah yang ada untuk mengukur sampai sejauh mana telah dicapai  standar dan efektivitas pelayanan kesehatan yang ada. Terdapat lima dimensi silang yang berhubungan dengan efektivitas pelayanan kesehatan yaitu:

one.

Kompetensi dari petugas

2.

Kontinuitas dari pelayanan

3.

Manajemen informasi yang mendukung kearah pengambilan keputusan.

4.

Pendidikan dan pelatihan untuk mutu

v.

Akreditasi dan penyelenggaraan pelayanan kesehatan.

Untuk mencapai hasil yang optimal, faktor petugas kesehatan tidak luput dari hal ini. Seorang petugas kesehatan yang ideal adalah mereka yang memiliki ability (kemampuan), performance (kinerja), personality (kepribadian), credibility (kepercayaan) dan maturity (kematangan
).


Salah satu efektivitas Pelayanan Rumah Sakit Umum harus menciptakan dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit agar dapat melayani kebutuhan dan keinginan serta memberikan kepuasan kepada pasien yang penerapannya harus dilaksanakan oleh semua elemen organisasi rumah sakit secara komprehensif dan berkelanjutan termasuk pula pasien sebagai pihak pemakai.


DAFTAR PUSTAKA

Azwar Asrul, Menjaga Mutu Pelayanan Kesehatan, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Gani, Ascobat, 1995. Aspek-Aspek Pelayanan Kesehatan, Jakarta: Rajawali Press.

Jacobalis, Samsi, 1982. Penilaian Mutu Pelayanan Kesehatan dan Akreditasi Rumah Sakit, Jakarta: Kumpulan Naskah Ilmiah Kongres PERSI Two.

Moenir, HAS. 1996. Manajemen Pelayanan Umum di Republic of indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.

Wijono, Djoko, 1999. Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan. Vol. I, Surabaya, Airlangga, Academy Press.

Departemen Kesehatan RI, 1994. Standar Pelayanan Rumah Sakit. Jakarta: ditjen Yanmed.

Departemen Kesehatan RI, 1999. Dirjen Pelayanan Medik Direktorat RSU dan Pendidikan. Jakarta.

Departemen Kesehatan RI, 1999. Pedoman Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan Rumah Sakit. Jakarta.

Departemen Kesehatan RI, 1999. Undang-undang Nomor 23 Tentang kesehatan. Jakarta.

http://world wide web.tempointeraktif.com/hg/kesra/2011/03/05/brk,20110305-317833,id.html

Latar Belakang Tentang Bangunan Rumah Sakit

Source: https://ramaalghazali.blogspot.com/2014/12/makalah-rumah-sakit.html

Read:  Materi Membangun Rumah Tangga Katolik

You May Also Like