Dasar Hukum Serah Terima Pembangunan Rumah

Dasar Hukum Serah Terima Pembangunan Rumah

Pertanahan & Properti

Kewajiban Developer Apartemen dalam Masa Transisi

Kewajiban Developer Apartemen dalam Masa Transisi

Mohon bantuan penjelasan kasus hukum mengenai pengelolaan rumah susun sebagai berikut: Ketentuan pengelolaan rumah susun saat ini telah diperbaharui aturannya dengan terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 13 tahun 2021, khususnya pada Pasal 82 ayat (6) yang menyebutkan: “Dalam hal pemilik belum memiliki bukti kepemilikan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), biaya pengelolaan rumah susun ditanggung oleh pelaku pembangunan.”

Sampai saat ini kami selaku pemilik unit satuan rumah susun (apartemen) belum menerima AJB dan SHM sarusun sebagai bukti kepemilikan. Beberapa pertanyaan yang ingin saya ajukan adalah sebagai berikut:

  1. Dengan terbitnya PP xiii/2021 tersebut, apakah Pengelola Pembangunan (Developer) dan Pengelola Apartemen (Building Management) dapat dilaporkan atas pelanggaran hukum apabila melakukan tagihan IPL kepada pemilik yang belum menerima AJB dan SHM sarusun sebagai bukti kepemilikan? Kasus ini tergolong ranah pidana atau perdata dan kemana jika harus melaporkan kasusnya?
  2. Dalam Perjanjian Perikatan Jual Beli (PPJB) antara programmer dan konsumen yang ditandatangani tahun 2012, tercantum klausul biaya-biaya yang wajib ditanggung oleh konsumen setelah serah terima unit of measurement apartemen, salah satunya yaitu IPL. Apakah Pasal 82 ayat (6) PP 13/2021 tersebut dapat menggugurkan kewajiban yang dinyatakan dalam PPJB yang terbit sebelumnya?
  3. Apa yang harus dilakukan apabila pengelola apartemen memutuskan aliran listrik dan air ke unit apartemen, meskipun penggunaan listrik-air telah dibayar dan hanya menolak membayar IPL karena seharusnya ditanggung oleh developer? Terima kasih atas penjelasannya.

circle with chevron up

Pada dasarnya, Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) harus mengatur mengenai jangka waktu serah terima bangunan dan
pengalihan hak atas satuan rumah susun
(sarusun). Oleh karena itu, Anda perlu melihat kembali PPJB yang telah Anda tanda tangani pada tahun 2012 tersebut.

Selanjutnya, menurut hemat kami, PP 13/2021
tidak dapat menggugurkan ketentuan pembayaran

Iuran Pengelolaan Lingkungan (IPL), sebab apa yang diperjanjikan dalam PPJB tersebut sah sepanjang para pihak memenuhi kewajibannya dalam jangka waktu yang ditentukan dan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya (asas
pacta sun servanda
), terlebih lagi PPJB tersebut dibuat pada tahun 2012, bertahun-tahun sebelum adanya PP thirteen/2021.

Namun, yang perlu diperhatikan dalam hal ini adalah fakta di mana kemungkinan besar pihak developer
tidak memenuhi kewajibannya dalam masa transisi, yang memberikan Anda selaku konsumen hak untuk meminta pertanggungjawaban.

Penjelasan lebih lanjut dapat Anda klik ulasan di bawah ini.

Perjanjian Pengikatan Jual Beli

Proses penjualan dan pembelian properti biasanya akan melibatkan beberapa dokumen penting yang menunjukkan sah atau tidaknya kepemilikan properti secara hukum dan memastikan tidak ada sengketa di dalamnya. Selain memastikan legalitas developer dengan segala bentuk perizinannya, memeriksa sertifikat yang dimiliki, setoran pajak, dan legalitas lainnya, ada yang tak kalah pentingnya untuk diperhatikan sebelum melakukan jual beli, yaitu Perjanjian Pengikatan Jual Beli (“PPJB”) yang dilakukan di hadapan notaris untuk memastikan penjualan dan menghindari penipuan serta kerugian bagi salah satu pihak. Biasanya, isinya memuat bahwa transaksi yang dilakukan bebas dari sengketa hukum, mengatur tanggal pembayaran termasuk namun tidak terbatas pada cicilan, tanggal peralihan, sanksi jika gagal bayar atau lalai dan minimal 2 orang saksi masing-masing dari para pihak.

Read:  Jasa Bangunan Rumah Borogan Biaya Kredit

Kemudian, dilanjutkan dengan Akta Jual Beli (“AJB”), yang memuat pengalihan hak dari penjual kepada pembeli setelah kedua belah pihak membayar segala kewajiban yang timbul akibat transaksi jual beli tersebut. Selanjutnya properti tersebut didaftarkan untuk balik nama dari si penjual kepada si pembeli sehingga perubahan sertifikat pun terjadi atas nama pembeli.

Fungsi dari PPJB dan AJB adalah sebagai bukti transaksi jual beli properti dengan kesepakatan harga dan segala ketentuannya. Serta memastikan kedua belah pihak memenuhi hak dan kewajiban masing-masing dan menjadi bukti apabila di kemudian hari salah satu pihak tidak dapat melakukan kewajibannya atau melakukan perbuatan yang tidak disepakati.

Dalam
Pasal 1 angka 10 PP 12/2021
disebutkan bahwa
sistem PPJB adalah
rangkaian proses kesepakatan antara setiap orang dengan pelaku pembangunan dalam kegiatan pemasaran yang dituangkan dalam PPJB sebelum ditandatangani AJB.

Oleh karena itu,
PPJB adalah
kesepakatan antara pelaku pembangunan dengan pembeli untuk melakukan jual beli rumah atau satuan rumah susun (sarusun) yang dapat dilakukan oleh pelaku pembangunan sebelum pembangunan untuk rumah susun atau dalam proses pembangunan untuk rumah tunggal dan rumah deret yang dibuat dihadapan notaris.[1]

Selanjutnya,
Pasal 22J PP 12/2021
menyatakan bahwa PPJB paling sedikit memuat ketentuan-ketentuan berikut :

  1. Identitas para pihak;
  2. Uraian objek PPJB;
  3. Harga rumah dan tata cara pembayaran;
  4. Jaminan pelaku pembangunan;
  5. Hak dan kewajiban para pihak;
  6. Waktu serah terima bangunan;
  7. Pemeliharaan bangunan;
  8. Penggunaan bangunan;
  9. Pengalihan hak;
  10. Pembatalan dan berakhirnya PPJB; dan
  11. Penyelesaian sengketa.

Dalam kasus yang Anda tanyakan, dapat kami simpulkan bahwa antara pelaku pembangunan (developer) dengan pemilik sarusun/apartemen telah melaksanakan PPJB pada tahun 2012, namun, hingga saat ini belum diberikan bukti kepemilikan sarusun yakni sertifikat hak milik (SHM) atau Sertifikat Kepemilikan Bangunan Gedung (SKBG) dari developer.

Sebagaimana yang telah disebutkan di atas, bahwa
di dalam PPJB harus mengatur mengenai jangka waktu serah terima bangunan dan pengalihan hak atas sarusun, sehingga perlu dilakukan pengecekan kembali atas PPJB yang telah ditandatangani tahun 2012 tersebut, apakah dalam PPJB tersebut telah diatur mengenai penandatanganan AJB dan serah terima bangunan dan juga penyerahan SHM atau SKBG atau tidak.

Masa Transisi dalam Jual Beli Sarusun

Selanjutnya, kembali ke pertanyaan Anda, bisakah programmer atau pengelola apartemen diberikan sanksi hukum karena meminta tagihan Iuran Pengelolaan Lingkungan (“IPL”) kepada anda mengingat AJB dan SHM yang belum terbit? Apakah pemilik berhak menolak membayar tagihan IPL tersebut? Dan dapatkah
PP 13/2021menggugurkan kewajiban membayar IPL tersebut?

Sebelumnya, perlu diketahui bahwa dalam praktik yang dimaksud dengan
IPL adalah Iuran Pengelolaan Lingkungan, yang secara hukum merujuk kepada biaya pengelolaan yang berhak diterima oleh pengelola sarusun dalam
Pasal 57 ayat (one) UU 20/2011
.

Perlu diperhatikan, dalam
Pasal 59 UU 20/2011
disebutkan bahwa:


  1. Pelaku pembangunan yang membangun rumah susun umum milik dan rumah susun komersial dalam masa transisi sebelum terbentuknya PPPSRS wajib mengelola rumah susun

    .

  2. Masa transisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan paling lama 1 (satu) tahun sejak penyerahan pertama kali sarusun kepada pemilik

    .
  3. Pelaku pembangunan dalam pengelolaan rumah susun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat bekerja sama dengan pengelola.
  4. Besarnya biaya pengelolaan rumah susun pada masa transisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditanggung oleh pelaku pembangunan dan pemilik sarusun berdasarkan NPP setiap sarusun.

Hal yang sama juga diatur dalam
Pasal 82 PP 13/2021
yang berbunyi:


  1. Pelaku Pembangunan yang membangun Rumah Susun Umum milik dan Rumah Susun Komersial milik dalam masa transisi sebelum terbentuknya PPPSRS wajib mengelola Rumah Susun

    .

  2. Masa transisi sebagaimana dimaksud pada ayat (ane) paling lama i (satu) tahun sejak penyerahan pertama kali Sarusun kepada Pemilik

    .
  3. Pelaku Pembangunan dalam mengelola Rumah Susun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat bekerja sama dengan Badan Hukum di bidang pengelolaan Rumah Susun.
  4. Biaya pengelolaan Rumah Susun pada masa transisi
    ditanggung oleh Pelaku Pembangunan dan Pemilik
    berdasarkan NPP setiap Sarusun.
  5. Pemilik sebagaimana dimaksud pada ayat (iv) dibuktikan dengan kepemilikan:

    1. akta jual beli; dan
    2. SHM Sarusun atau SKBG Sarusun.
  6. Dalam hal Pemilik belum memiliki bukti kepemilikan sebagaimana dimaksud pada ayat (five), biaya pengelolaan Rumah Susun ditanggung oleh Pelaku Pembangunan.

Berdasarkan kedua pasal di atas, pengelolaan apartemen dilakukan secara sementara selama masa transisi yang ditentukan selama one tahun setelah penyerahan unit sarusun kepada pemilik dan biaya pengelolaan selama masa transisi tersebut ditanggung oleh pelaku pembangunan dan pemilik yang perhitungannya berdasarkan nilai perbandingan proporsional (NPP) sarusun.

Read:  5 Analisis Jika Hutan Ditebang Untuk Dibangun Rumah Dan Gedung

Kemudian, apabila perhimpunan pemilik dan penghuni sarusun (PPPSRS) terbentuk, penetapan nilai IPL ditentukan melalui perhitungan yang disepakati pemilik melalui PPPSRS.[2]

PPPSRS bertanggung jawab untuk mengurus kepentingan para pemilik dan penghuni yang berkaitan dengan pengelolaan kepemilikan bagian bersama, benda bersama, tanah bersama dan penghunian yang dituangkan dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga PPPSRS.[three]

Lebih lanjut, dalam
Pasal 83 ayat (one) PP 13/2021
diatur bahwa
pada masa transisi pelaku pembangunan wajib:

  1. Menjadi pengelola sementara;
  2. Menyampaikan salinan Pertelaan dan NPP kepada pemilik;
  3. Menyiapkan dokumen untuk diserahkan kepada panitia musyawarah pembentukan PPPSRS yaitu:
    1. Salinan gambar terbangun;
    2. Salinan persetujuan bangunan gedung (PBG) dan/atau perubahan PBG;
    3. Salinan sertifikat laik fungsi;
    4. Salinan akta jual beli;
    5. Dokumen pertelaan meliputi bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama;
    6. Akta pemisahan yang telah disahkan;
    7. Salinan sertifikat tanah bersama atau salinan surat perjanjian sewa atas tanah;
    8. Daftar pemilik;
    9. Tata tertib sementara penghunian.
  4. Memfasilitasi terbentuknya PPPSRS bekerjasama dengan panitia musyawarah.

Dengan demikian,
selama masa transisi dalam satu tahun programmer wajib menyelesaikan kewajiban-kewajiban tersebut.

Kembali ke pertanyaan Anda, menurut hemat kami, PP xiii/2021
tidak dapat menggugurkan ketentuan pembayaran IPL, sebab apa yang diperjanjikan dalam PPJB tersebut sah sepanjang para pihak memenuhi kewajibannya dalam jangka waktu yang ditentukan dan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya (asas
pacta lord’s day servanda
),[iv] terlebih lagi PPJB tersebut dibuat pada tahun 2012, bertahun-tahun sebelum adanya PP 13/2021.

Namun yang perlu menjadi perhatian adalah bahwa faktanya, kemungkinan besar
developer telah melewati batas masa transisi yang ditentukan
sehingga menimbulkan kerugian bagi pemilik apartemen.

Jika PPJB ditandatangani para pihak sejak tahun 2012, dan karena kurangnya informasi yang Anda sampaikan, kami asumsikan penyerahan unit apartemen sudah dilakukan beberapa tahun kemudian, misalnya tahun 2018, maka terdapat jangka waktu yang panjang sejak dimulainya masa transisi ketika unit sarusun diserahkan kepada Anda selaku pembeli, sampai lewatnya masa transisi, dan
tidak dipenuhinya kewajiban oleh programmer kepada pemilik, sehingga menurut hemat pemilik beralasan untuk menolak pembayaran tagihan IPL tersebut.
Dalam hal ini, kami juga mengasumsikan bahwa PPPSRS belum dibentuk.

Read:  Kata Pengantar Pembangunan Gedung Gizi Rumah Sakit

Penyelesaian Sengketa

Oleh karena itu,
pertama, pentingnya perlindungan hukum terhadap pemilik atas pengelolaan IPL apartemen oleh developer yang melewati batas masa transisi. Jika ditinjau dari UU xx/2011 dan PP 13/2021, programmer belum menunaikan kewajibannya selama masa transisi, dan pemilik dapat meminta pertanggungjawaban secara profesional dari developer.

Kedua, perlu diketahui apa penyebab programmer belum memberikan AJB? Kemudian apakah pihak programmer telah mengurus dokumen pertelaan, melakukan akta pemisahan, dan perolehan sertifikat laik fungsi? Sebab, hal-hal tersebut juga wajib disiapkan oleh developer dalam masa transisi sebagaimana dijelaskan di atas.

Adapun jika developer menolak untuk bertanggung jawab, tindakan hukum yang dapat dilakukan oleh pemilik atas tagihan IPL apartemen yang melewati batas masa transisi termasuk apabila developer yang mengelola apartemen memutuskan aliran listrik dan air ke unit apartemen, dapat dilakukan melalui penyelesaian sengketa konsumen berdasarkan
UU Perlindungan Konsumen.

Pasal 45 ayat (1) UU Perlindungan Konsumen
menyebutkan:

Setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui
lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen
dan pelaku usaha
atau melalui peradilan yang berada di lingkungan
peradilan umum

.

Artinya, dapat dilakukan secara litigasi dan not-litigasi. Cara litigasi yaitu melakukan penuntutan gugatan melalui peradilan umum, sedangkan not-litigasi yaitu melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK).

Baca juga: Cara Ajukan Keberatan Atas Putusan BPSK yang Final dan Mengikat

Merujuk pada PPJB, Anda juga dapat mengajukan gugatan wanprestasi kepada programmer jika developer tidak memenuhi prestasi dalam PPJB tersebut. Dalam hal ini, programmer harus mengganti kerugian yang dialami oleh pemilik, sesuai dengan
Pasal 1243 KUH Perdata
yang berbunyi:


Penggantian biaya, kerugian dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan


mulai diwajibkan, bila debitur, walaupun telah dinyatakan lalai, tetap lalai untuk memenuhi perikatan itu, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dilakukannya hanya dapat diberikan atau dilakukannya dalam waktu yang
melampaui waktu yang telah ditentukan.

Apabila ada indikasi adanya penipuan atau penggelapan Anda juga dapat melapor kepada pihak kepolisian berdasarkan
Pasal 372 dan/atau 378 KUHP.

Baca juga: Mau Melaporkan Tindak Pidana ke Polisi? Begini Prosedurnya

Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

Dasar Hukum:

  1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
  2. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
  3. Undang-Undang Nomor viii Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen;
  4. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun;
  5. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja;
  6. Peraturan Pemerintah Nomor thirteen Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Rumah Susun;
  7. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman.

[1] Pasal 1 angka 11 PP 12/2021

[2] Penjelasan Pasal 74 ayat (2) UU twenty/2011

[3] Pasal 75 ayat (three)
jo. Pasal 76 UU 20/2011

[4] Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUH Perdata”)

Tags:

Dasar Hukum Serah Terima Pembangunan Rumah

Source: https://www.hukumonline.com/klinik/a/kewajiban-developer-apartemen-dalam-masa-transisi-lt611f06e06cf3b

You May Also Like