Cerita Kristen Tentang Membangun Rumah

Cerita Kristen Tentang Membangun Rumah

Siapa yang tidak ingin memiliki rumah pribadi? Rumah yang dibangun dari hasil keringat dan jerih payah sendiri. Tidak perlu besar, tetapi bisa menjadi peneduh ketika panas menyengat dan menjadi pelindung ketika hujan turun hujan. Pada postingan kali ini saya ingin berbagi cerita membangun rumah sendiri. Rumah impian saya dan famili.

Cerita Membangun Rumah Sendiri

Saya dan suami (Blindside Thoenis) termasuk golongan orang-orang yang bermimpi memiliki rumah sendiri. Sebenarnya, sebagai anak perempuan satu-satunya, saya sudah memiliki rumah di Tangse, kampung halamanku.Ya, jika merunut pada adat Pidie, anak perempuan akan mendapatkan warisan rumah dari orang tuanya. Namun, saat ini saya dan suami sedang mencari rezeki di ibukota Provinsi Aceh dan jarak Banda Aceh-Tangse harus ditempuh dalam waktu 6 jam perjalanan. Walhasil, hanya sesekali kami pulang ke sana.

Cerita Membangun Rumah Sendiri: Rumah mungil kami dari ke jauhan

Mau tidak mau kami harus menjadi kontraktor allonym tukang kontrak rumah. Setelah menikah sampai vi tahun kami membina mahligai rumah tangga, kami masih menjadi kontraktor. Keinginan untuk memiliki rumah sendiri telah ada sejak kami menikah. Setiap ada pameran property kami datangi, bahkan dulu, hampir saja saya menggadaikan SK saya untuk membeli rumah dari salah satu developer property di Aceh.
Syukurnya waktu itu kami tidak mengambil rumah tersebut. Belum butuh dan tidak ingin terikat dengan kredit banking company, itulah alasan kami. Saat itu, tahun 2013, Bang Thoenis masih sekolah di Jerman dan saya masih berstatus pegawai kontrak di sebuah rumah sakit. Penghasilan kami sangat pas-pasan kala itu.

Read:  Bangunan Rumah Tinggal Karya Gustav Stickley

“Nanti kita buat rumah sendiri aja, bisa sesuai dengan keinginan kita. Mulai sekarang kita nabung pelan-pelan, ” ucap Bang Thoenis suatu ketika.

Sampai pada akhir 2016, Alhamdulillah kami bisa membeli sepetak tanah di seputaran Banda Aceh. Tanah yang tidak luas tapi bisa untuk membangun sebuah rumah sederhana. Karena berlokasi di area persawahan dan belum ada jalan serta tabungan kami sudah habis untuk membeli tanah, maka kami pun kembali menabung untuk membangun rumah sambil menunggu jalan di seputaran tanah kami dibuat.

“Kalau ingin lebih, maka kamu harus berusaha lebih.” Kalimat itu menjadi prinsip hidup saya dan blindside Thoenis dalam berbagai hal termasuk membangun rumah. Saat itu, saya telah bekerja sebagai pegawai sebuah instansi pemerintahan dan mendapatkan mutasi ke Aceh Barat Daya dan Bang Thoenis sebagai dosen di sebuah Universitas Negeri di Banda Aceh.

Kalau Ingin Lebih, Harus Berusaha Lebih

Karena ingin lebih, maka kamipun harus berusaha lebih. Termasuk doa, kami selalu bermunajat lebih sering kepada Sang Pencipta. Dan tidak sedikit yang harus kami korbankan demi mencapai keinginan tersebut, seperti menjalani long altitude married. Bukan perkara mudah menjalani hubungan jarak jauh ini, tapi itu tadi, karena kami menginginkan lebih maka ada komitmen yang kami sepakati agar hubungan LDM ini tetap bisa dinikmati.

Kami juga tidak terlalu memaksakan diri demi mencapai yang kami inginkan. Terkadang, usaha lebih yang kami lakukan itu sesuai dengan hobi atau passion kami. Bang Thoenis misalnya, dalam setahun ia bisa beberapa kali ke luar negeri. Orang-orang yang tidak tahu dan hanya melihat foto-foto travelingnya pasti akan berpikir kalau ia hanya sekadar traveling ke negara tersebut. Padahal kenyataannya beliau sambil menyelam minum air. Sambil mengkuti berbagai konferensi di luar negeri, ia bisa jalan-jalan dan mendapatkan fee dari sponsor untuk beli semen dan batu bata.

Read:  Membangun Rumah Dengan Uang Haram

Jadi, saat semangat-semangatnya membangun rumah, setiap ada uang lebih pasti pikiran kami langsung tertuju pada semen dan batu bata. Begitu juga kalau kami menghabiskan uang untuk sesuatu yang tidak kami butuhkan, langsung deh muncul kata-kata, “coba kalau beli semen, bisa dapat berapa sak nih.”

Baca cerita jalan-jalan Bang Tunis saat di Riga di sini

Cerita Membangun Rumah Sendiri: Alhamdulillah hampir siap

Begitu juga dengan saya, meskipun jauh dari keluarga, beban pekerjaan di daerah pesisir tidak seberat di kota besar. Begitu pula dengan biaya hidup, jauh lebih murah. Selain itu, bersama putri saya, kami bisa berjalan-jalan menikmati indahnya pesisir barat-selatan Aceh. Kami sangat menikmatinya. Tidak hanya itu, dalam setahun, bisa beberapa kali saya mendapatkan tugas ke luar daerah. Saya yang suka traveling, tentu sangat senang akan hal ini. Lumayan bisa nambah postingan di blog.

Baca tulisan tentang LDM kami: LDR Setelah Menikah Itu

Menjelang pertengahan 2018, rumah impian kami pun dibangun. Karena Bang Thoenis lama di Jerman, maka beliau ingin rumah kami bergaya Eropa. Kalau saya sih ikut saja. Apalagi dalam tahapan pembangunan, saya tidak bisa ikut andil karena bekerja di luar kota. Bagi saya yang penting kami punya rumah sendiri. Apapun bentuknya, bagi saya bukan sebuah masalah.

Read:  Menghitung Weton Untuk Membangun Rumah

Alhamdulillah di awal tahun 2019 ini, rumah yang menjadi surga kami, baituna jannatuna, rampung dibangun. Walaupun belum 100% selesai (garasi, pagar dan pintu gerbang belum siap) tetapi sudah bisa menjadi peneduh kala matahari bersinar terik dan pelindung kala hujan turun dengan deras. Di saat yang sama pula saya memutuskan resign dari pekerjaan saya setelah 4 tahun mengabdi. (cerita tentang resign dari pegawai pemerintah akan saya tulis dalam postingan berikutnya).

Ketika memiliki hunian baru pasti kita ingin membeli perabotan rumah yang baru juga. Saya pun demikian, walaupun mencoba berpikir logis, untuk apa beli yang baru kalau yang lama masih bagus, tapi hasrat untuk punya yang baru tetap saja menggebu. Namun, saya harus sadar diri, saat ini saya belum bekerja lagi dan keuangan rumah tangga kami hanya bertumpu pada suami saja. Jadi, untuk menyiasatinya, saya membeli sedikit demi sedikit perlengkapan rumah yang saya anggap perlu. Karena terbiasa berbelanja online, maka untuk perlengkapan rumah pun kebanyakan saya beli di e-commerce.

Itulah sepenggal ceritaku saat membangun rumah kami.  Cerita membangun rumah sendiri. Tidak ada doa dan usaha yang sia-sia. Saya yakin setiap orang punya kisah sendiri dalam mendirikan hunian impiannya. Saya tunggu cerita teman-teman di kolom komentar 🙂

Cerita Kristen Tentang Membangun Rumah

Source: https://liza-fathia.com/cerita-membangun-rumah-sendiri/

You May Also Like