Cara Pemerintah Untuk Mengawasi Pembangunan Rumah Mbr
Programme pemerintah era Presiden Jokowi, melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PU Pera) saat ini sedang menggulirkan programme 1 juta rumah bersubsidi bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR).
Rumah (papan), merupakan salah satu kebutuhan primer manusia selain pangan (makanan) dan sandang (pakaian). Sebuah kabar baik bagi masyarakat tidak mampu negeri ini untuk mendapatkan rumah idamannya sebagai salah satu impian dalam hidupnya.
Baca juga:
Agung Sedayu Group Kembangkan Grand Galaxy City Di Kota Bekasi
Definisi MBR
Definisi MBR terdapat dalam Pasal 1 ayat 24 UU Nomor ane Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman. Disebutkan dalam pasal tersebut bahwa MBR adalah masyarakat yang mempunyai keterbatasan daya beli sehingga perlu mendapat dukungan pemerintah untuk memperoleh rumah.
Jika dijabarkan lebih rinci, maka definisi tersebut diatas dapat disimpulkan dalam 3 makna, yang pertama yaitu, adanya keterbatasan daya beli, yang kedua, perlu adanya dukungan pemerintah, dan yang ketiga, berhak memperoleh rumah, baik itu rumah tunggal, rumah deret, atau rumah susun.
Atas dasar tersebut, pemerintah, baik pusat maupun pemerintah daerah berkewajiban memenuhi kebutuhan rumah bagi golongan MBR dengan memberikan kemudahan-kemudahan dalam perolehan rumah melalui plan perencanaan pembangunan perumahan secara bertahap dan berkelanjutan.
Kemudahan-kemudahan itu dapat berupa, subsidi perolehan rumah, stimulan rumah swadaya, insentif perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan, perizinan, asuransi dan penjaminan, penyediaan tanah, sertipikasi tanah, PSU (Prasarana, Saran, dan Utilitas).
Baca juga: Mau Bangun Rumah Cluster Tapi Takut Dengan PSU
Kriteria MBR
Untuk menentukan apakah sebuah keluarga masuk ke dalam golongan MBR dan kemudian layak mendapatkan subsidi rumah, maka Kemenpera telah membuat sebuah klasifikasi yang dituangkan melalui Permenpera No five/Permen/M/2007 pada tanggal 9 Pebruari 2007 tentang Pengadaan Perumahan dan Permukiman dengan dukungan fasilitas subsidi perumahan melalui KPRS/KPRS Mikro Bersubsidi.
Dalam peraturan menteri tersebut, Kemenpera menetapkan kriteria MBR berdasarkan penghasilan masyarakat berdasar kelompok sasaran I sampai III, dengan besaran Rp i,7 juta s/d Rp 2,5 juta (Kelompok Sasaran I), Rp 1 juta due south/d Rp 1,seven juta (Kelompok Sasaran Ii), dan dibawah Rp 1 juta (Kelompok Sasaran Three). Penghasilan yang dimaksud adalah penghasilan yang didasarkan atas gaji pokok atau pendapatan pokok per bulan.
Namun dengan terbitnya Permenpera No 27 Tahun 2012 tentang Pengadaan Perumahan Melalui Kredit/Pembiayaan Pemilikan Rumah Sejahtera Dengan Dukungan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan, kriteria MBR berubah dengan sebutan kelompok sasaran KPR Sejahtera, masing-masing yaitu KPR Sejahtera Tapak dan KPR Sejahtera Syariah Tapak dengan penghasilan tetap maupun tidak tetap sampai dengan Rp 3,5 juta per bulan, serta KPR Sejahtera Susun dan KPR Sejahtera Syariah Susun dengan penghasilan tetap atau tidak tetap sampai dengan Rp v juta per bulan.
Belakangan, terbitnya Permenpera No 3 Tahun 2014 tentang Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan Dalam Rangka Pengadaan Perumahan Melalui Kredit/Pembiayaan Pemilikan Rumah Sejahtera, merevisi besaran rupiah penghasilan tetap atau tidak tetap untuk tiap kelompok sasaran, dari yang semula Rp 3,5 juta menjadi Rp four juta per bulan, lalu dari Rp 5 juta menjadi Rp seven juta per bulan.
Penghasilan tetap didasarkan dari gaji/upah pokok pemohon MBR per bulan, sedangkan untuk penghasilan tidak tetap didasarkan pada pendapatan bersih atau upah rata-rata per bulan dalam setahun yang diterima pemohon MBR.
Baca juga: Mencari Rumah Idaman Dambaan Keluarga
Stimulan Rumah Subsidi MBR
Menurut catatan pemerintah, MBR merupakan penyumbang angka
excess
terbesar dari total backlog 15 juta unit of measurement.
Merujuk kamus bisnis,
excess
adalah pesanan untuk barang atau jasa yang belum terlayani, pesanan untuk barang atau jasa yang perusahaan belum sampaikan atau berikan kepada pelanggannya.
Excess yang disampaikan pemerintah adalah adanya gap atau jurang pemisah antara jumlah rumah terbangun berbanding jumlah rumah yang dibutuhkan masyarakat.
Untuk terus memperkecil gap atau rationya, pemerintah melalui Kemenpera menggulirkan program ane juta unit of measurement rumah bagi golongan MBR. Pemerintah juga menggandeng salah satu bank BUMN yang
core
bisnis-nya berkenaan dengan pembiayaan rumah, yaitu BTN.
Sekilas tentang BTN, siapa yang tidak paham jika ada orang menyebut istilah seperti rumah BTN, KPR BTN, kredit rumah, rumah KPR, kredit KPR BTN, itu semua karena BTN lah pelopornya dalam urusan pembiayaan rumah atau perumahan.
Rumah murah bersubsidi itu dihargai tidak lebih dari Rp 125 juta, dan untuk saat ini saja sudah dipesan sebanyak 431.000 unit rumah.
Menariknya, DP rumah murah bersubsidi bagi MBR itu hanya sebesar one% atau sekitar Rp 1,25 juta, dari sebelumnya sebesar five%. Sementara bunga yang ditetapkan hanya sebesar 5% dari sebelumnya seven,five% dan berlaku flat (tetap), dengan tenor (jangka waktu angsuran) selama 25 tahun.
Baca juga: 5 Kota Ini Wajibkan Pengembang Sediakan Lahan TPU
Rumah MBR Harus Tepat Sasaran
Menariknya, fasilitas likuiditas yang diatur dalam Permenpera No three Tahun 2014 itu juga telah mengakomodir pola pembiayaan dengan sistem syariah, selain sistem konvensional yang selama ini telah diterapkan, sehingga bagi yang menganut sistem syariah jelas ini merupakan pilihan yang menyejukkan.
Sebegitu menariknya program tersebut, maka rumah murah bersubsidi bagi MBR itu harus jatuh ke tangan orang yang tepat, dalam artian orang yang memang layak mendapat subsidi. Jangan sampai rumah subsidi itu jatuh ke tangan para spekulan, atau
broker
properti yang mengambil aksi ambil untung, apalagi jika yang “bermain” adalah oknum pemerintah itu sendiri.
Pemerintah harus selektif dan ketat dalam menentukan kriteria Masyarakat Berpenghasilan Rendah yang kemudian layak mendapatkan rumah murah bersubsidi.
Jikapun sampai akhirnya masih ada yang lolos, dan rumah murah bersubsidi itu jatuh ke tangan yang tidak berhak maka pemerintah harus menindak tegas dan mengusut oknum dibalik berpindahnya ketidakberhakan tersebut, jika perlu diproses hukum.
Layak ditiru oleh pemerintah pusat dalam proses distribusi rumah murah bersubsidi yaitu langkah yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta saat merelokasi warga Kampung Pulo yang tinggal di bantaran Sungai Ciliwung ke apartemen yang sudah disediakan.
Sejatinya, masyarakat berpenghasilan rendah yang memang layak mendapat subsidi sudah begitu diperhatikan oleh pemerintah pusat. Yang tinggal adalah mekanisme atau prosesnya yang harus diawasi seketat mungkin. Jika ada oknum yang bermain maka oknum tersebut harus diberikan sanksi tegas.[ppc]
Baca juga artikel lainnya di Profperti.com
- Tips Agar Pengajuan KPR Anda Disetujui
- Peluang Usaha Jasa Desain Rumah Via Instagram
- Tips Membangun Kos-kosan yang Menguntungkan
Sumber gambar : kabar bisnis, bumn.go.id, & kalimantannews
Cara Pemerintah Untuk Mengawasi Pembangunan Rumah Mbr
Source: https://www.profperti.com/rumah-subsidi-pemerintah-bagi-golongan-mbr/